London (antarasulteng.com) - Pemenang hadiah nobel di bidang ekonomi, Eric
Maskin, menyatakan bahwa globalisasi seharusnya membawa kesejahteraan
bagi negara-negara berkembang dan memperkecil jarak antara kelompok
berpunya dengan kelompok miskin.
Hal itu diungkapkan Eric Maskin dengan Para Pemenang Hadiah Nobel
di Lindau, Jerman, demikian Ekonom Bank Indonesia, Muslimin Anwar, yang
juga hadir dalam pertemuan itu kepada Antara London, Jumat.
Menurut Eric Maskin, kenyataan yang ada sampai saat ini kesenjangan
itu masih tetap saja lebar. Namun demikian, belakangan ini, kesenjangan
itu tidak hanya terjadi di negara berkembang namun juga di
negara-negara maju.
Eric Maskin, dalam paparannya mengenai "Why Havent Global Markets
Reduced Inequality in Developing Economies?" mengatakan bahwa
kesenjangan kesejahteraan telah dan akan terus menjadi permasalahan dan
pekerjaan rumah politik dan sosial.
Ekonom Bank Indonesia, Muslimin Anwar, sependapat Eric Maskin yang
juga dosen Harvard University ini dan berbicara pagi ini pukul 09:30
waktu Lindau dalam pertemuan ekonom muda dunia dengan peraih nobel
bidang ekonomi (Lindau Nobel Laurate Meetings) itu.
Menurut dia, permasalahan sesungguhnya dari globalisasi bukan pada
ide dari globalisasi itu sendiri, ternyata produksi dapat dilakukan di
mana saja di dunia ini sepanjang biaya dari faktor produksi itu efisien.
Kesenjangan kesejahtearaan sangat bertentangan dengan teori
perbandingan keberuntungan/theory of comparative advantage (David
Ricardo, 200 tahun lalu).
Transaksi perdagangan seharusnya menguntungkan bagi negara-negara
yang kaya akan faktor-faktor produksi seperti SDA dan tenaga kerja,
khususnya negara yang memiliki tenaga kerja dengan keahlian tinggi (high
skill).
Menurut Muslimin, salah satu dari 450 ekonom muda dari 80 negara
dunia yang diundang bertemu para pemenang hadiah nobel di Lindau,
menyatakan Indonesia sudah seharusnya memanfaatkan keunggulan
komparatif kekayaan sumber daya alam dan kelompok kelas menengah dengan
keahlian tinggi.
Hal itu dibutuhkan untuk mengolah SDA dengan nilai tambah tinggi
yang dapat dijual dengan harga yang jauh lebih menguntungkan bagi
pendapatan negara yang sangat diperlukan untuk mengurangi defisit kembar
baik defisit APBN maupun defisit Transaksi Berjalan yang saat ini cukup
tinggi di atas level psikologis tiga persen.
Maskin mengungkapkan bahwa problem dari globlisasi itu adalah
terletak pada masalah distribusi kekayaan dari keuntungan yang didapat
oleh suatu negara dari transaksi dagang globalnya bagi kemakmuran dan
kesejahteraan penduduknya.
Muslimin yang juga dosen FEUI berpendapat umumnya untuk negara
berkembang seperti Indonesia kepiawaian dalam menghasilkan faktor
produksi input yang bernilai tambah tinggi belum dilakukan secara
optimal dan pengembangan SDM dengan keahlian tinggi (high skill) belum
menjadi perhatian serius Pemerintah meskipun anggaran pendidikan telah
dinaikan mencapai 20 persen dari APBN.
Diharapkannya pemerintah baru nantinya diharapkan segera melakukan
berbagai reformasi struktral yang diperlukan agar produk dalam negeri
mampu menjadi input dalam rantai produksi global yang menghasilkan
berbagai kebutuhan dunia khususnya di bidang teknologi.
Hal itu terbukti lebih banyak menghasilkan keuntungan dan membuka
banyak lapangan kerja, sebagaimana telah dinikmati oleh negara
berkembang lainnya seperti Tiongkok dan Korea Selatan.
Berita Terkait
Presiden Serbia: Saya akan dapat Nobel Perdamaian kalau akui Kosovo
Sabtu, 20 Januari 2024 8:46 Wib
Rusia tuding pemenang hadiah Nobel Dmitry Muratov "agen asing"
Sabtu, 2 September 2023 9:43 Wib
NU-Muhammadiyah diusulkan raih Nobel Perdamaian 2022
Rabu, 16 Februari 2022 15:34 Wib
Jose Ramos Horta rekomendasikan sanksi penuh kepada junta militer Myanmar
Kamis, 8 April 2021 15:13 Wib
Dua ekonom asal AS terima Hadiah Nobel Ekonomi 2020 berkat teori lelang
Selasa, 13 Oktober 2020 7:15 Wib
Nobel Fisika 2020 diberikan kepada para penemu "black hole"
Rabu, 7 Oktober 2020 7:01 Wib
Trio pemburu virus menangi Nobel Kedokteran 2020
Selasa, 6 Oktober 2020 7:26 Wib
Peraih Nobel Tasuku Honjo membantah rumor asal virus corona
Rabu, 6 Mei 2020 20:21 Wib