Kemarau Momok Paling Ditakuti Petani

id kemarau

Kemarau Momok Paling Ditakuti Petani

Sawah mengalami kekeringan (antaranews)

Pak Yono dan Suryono, dua petani di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah sudah sekitar 10 tahun terakhir ini mengolah lahan pertanian, khususnya komoditas bawang di daerah itu.

Bertani bawang adalah satu-satunya sumber penghasilan keuangan rumah tangga mereka. Dari menanam bawang, kedua petani itu bisa menyekolahkan anak sampai di perguruan tinggi.

Lahan pertanian yang mereka kelola selama bertahun-tahun bukan milik sendiri, tetapi warga Desa Oluboju, Kecamatan Sigibiromaru yang dipersewakan.

Kebetulan, lahan yang berada di lereng gunung tersebut selama ini memang hanya cocok untuk pengembangan tanaman hortikultura.

Kondisi dan iklimnya sangatlah cocok bagi budidaya tanaman bawang, tomat, cabe, terong, jagung dan kacang-kacangan, termasuk kacang tanah.

Namun, pak Yono dan Suryono khusus selama ini menanam satu komoditas saja yaitu bawang.

Bawang yang mereka tanami bersama-sama petani lainnya di Desa Oluboju dan Dusun Bolupountu merupakan bahan baku bawang goreng.

Bawang goreng yang selama ini cukup dikenal masyarakat bukan hanya Kota Palu dan Sulteng, tetapi sudah sampai ke manca negara.

Bahkan, tidak lengkap jika tamu dari luar, termasuk para pejabat tinggi berkunjung ke wilayah Sulteng menyempatkan diri berbelanja bawang goreng khas Palu sebagai ole-ole dan juga konsumsi sendiri.

Namun dalam beberapa bulan ini, para petani, termasuk pak Yono dan Suryono terpaksa gigit jari karena mata pencaharian mereka itu tidak lagi menjadi sumber penghasilan, sebab dalam dua kali musim tanam gagal panen.

Keduanya mengaku dalam dua kali musim tanam ketiga dan keempat, sama sekali tidak memberikan hasil yang menyenangkan. "Terus terang dua kali musim tanam gagal dan kerugian yang dialami mereka cukup besar," kata Yono dan Suryono.

Misalkan, kata Suryono pada musim tanam ketiga,ia mengalami kerugian sekitar Rp30 juta.

Meski merugi pada musim tanam ketiga, Suryono yang juga adalah seorang ketua rukun tetangga (RT) di Palu itu tidak merasa kapok.

Dengan sedikit modal, ia kemudian mencoba lagi menanam bawang, meski masih dibayangi musim kemarau berkepanjangan. Ia tetap bersemangat mengolah lahan bawang seluas 1/2 hekatre.

Lelaki asal Pulau Jawa yang sudah lama tinggal di Kota Palu itu rela meski harus bolak-balik ke kebun demi merawat tanaman bawang yang selama ini menjadi sumber utama penghasilan keluarganya.

Namun siapa nyana tanaman bawang yang sudah berumur sekitar 40 hari itu, tiba-tiba kering dan kemudian mati karena suhu udara cukup panas.

Padahal, katanya air untuk menyirami tanaman cukup tersedia, tetapi karena terik matahari yang melebihi batas normal mengakibatkan tanaman bawang mati sebelum tiba masa panen.

"Ini yang kedua kalinya gagal panen," katanya.

Selain hama, kemarau yang telah berlangsung selama tiga bulan terakhir ini merupakan "momok" paling ditakuti petani saat ini.

Jika dihitung-hitung, selama dua kali gagal panen, ia merugi sekitar Rp75 juta.

Di Desa Oluboju saat ini, kata Suryono ada sekitar 60 petani bawang. Rata-rata gagal panen. Kalau kita asumsikan setiap petani saja merugi Rp30 juta, maka jika dikalikan 60 petani, maka total kerugian akibat dampak kemarau terhadap petani bawang di Kabupaten Sigi mencapai Rp1,8 miliaran.

Menurut dia, kerugian yang dialami para petani cukup besar sehingga butuh perhatian dari pemerintah.

Hal senada juga dikeluhkan Yono. Ia juga membenarkan dampak kemarau berkepanjangan yang melanda seluruh wilayah Sulteng, termasuk Kabupaten Sigi cukup memukul para petani, khususnya petani bawang.

Banyak petani bawang yang mengalami gagal panen dan merugi karena dampak yang ditimbulkan dari musim kemarau berkepankangan.

"Saya termasuk salah satu petani bawang yang juga dua kali musim tanam benar-benar gagal panen 100 persen," katanya.

Gagal panen bukan karena kekurangan air untuk kebutuhan tanaman, tetapi lebih kepada suhu udara yang sangat panas sekali membuat tanaman tidak bisa bertahan.

"Kemarau kali ini benar-benar berdampak besar terhadap petani, bukan saja disektor tanaman hortikultura, tetapi juga pangan, termasuk padi sawah," kata dia.

Dana KUR

Baik Suryono maupun Yono mengaku mengalami kesulitan untuk mengembalikan kredit usaha rakyat (KUR) karena usaha tani yang selama ini diandalkan tidak menghasilkan apa-apa akibat musim kemarau.

Ia mengatakan petani bawang di Sigi rata-rata menggunakan dana KUR untuk menopang usaha mereka itu.

Keduanya tidak merinci besaran dana KUR yang mereka dapatkan guna mendukung kegiatan usaha penanaman bawang untuk bahan baku bawang goreng.

"Bagaimana kami mau kembalikan, sedangkan usaha macet," katanya.

Menurut mereka untuk meminjam kembali dana KUR di bank, itu mustahil diberikan.

Sangatlah mustahil jika pihak bank yang selama ini memberikan dana KUR akan melayani permintaan penambahan modal usaha.

Pihak perbankan tidak mungkin akan memberikan pinjaman lagi, sementara kredit nyang sebelumnya kami peroleh masih belum terbayarkan.

Keduanya hanya berharap Pemprov Sulteng dan Kabupaten Sigi bisa memberikan bantuan benih, obat-obatan, pupuk dan biaya pengolahan agar petani kembali menanam sehingga bisa membayar KUR.

Sebagai catatan yang perlu diketahui, Kecamatan Sigibiromaru selama ini menjadi pusat pengembangan tanaman hortikultura. Tanah dan iklim yang ada di wilayah itu sangat cocok bagi pengembangan komoditi-komoditi hortikultura.

Hasil panen petani selama ini selain dijual di pasaran Kota Palu, juga sebagian dijual ke Kaltim seperti bawang sayur, tomat, cabe,terong, melon, ketimun dan juga kacang panjang serta pisang.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprakirakan misim kemarau di Sulawesi Tengah masih berlangsung sampai akhir Oktober 2014.

"Berdasarkan analisis foto satelit menunjukkan mulai terlihat pembentukan awan pada beberapa wilayah di Sulteng," kata Kepala Stasiun Meteorologi Mutiara Palu, Kisron.

Ia mengatakan, pembentukan awan mengisyaratkan bahwa akan datang musim hujan.

Namun demikian, katanya peluang untuk terjadinya hujan di beberapa wilayah Sulteng, termasuk Kota Palu dan sekitarnya pada beberapa hari ke depan tetap dimungkinkan.

Ia mengaku beberapa hari ini, udara di Kota Palu pada pagi dan malam hari cukup panas sehingga membuat warga tidak tahan berlama-lama di luar rumah.

Suhu udara pada siang hari, kata Kisron mulai pada pukul 12.00-13.00 WITA dalam beberapa hari ini berkisar 37,2 sampai 37,4 derajat celcius.

"Suhu udara seperti itu baru kali ini terjadi di Kota Palu," katanya.

Bahkan di malam hari suhu udara di Ibu Kota Provinsi Sulteng itu mencapai 34 derajat celcius.

Menurut dia, cuaca panas di Kota Palu selama beberapa hari terakhir disebabkan rendahnya kelembaban udara.

Temperatur yang panas itu disebabkan sejumlah faktor yakni kelembaban udara yang pernah mencapai 28 persen pada siang hari, padahal pada saat itu seharusnya kelembaban udara normal sekitar 60 persen.

Sedangkan kelembaban udara pada malam hari juga di bawah normal, yakni berkisar dari 35 hingga 40 persen, jauh di bawah ukuran normal yang berkisar 80-90 persen.

Selain kelembaban udara yang minim, faktor kencangnya tiupan angin juga mempengaruhi meningkatnya suhu udara di Kota Palu.

Para petani di Sulteng berharap kemarau berkepanjangan yang telah menjadi momok paling menakutkan bagi petani segera berakhir sehingga tingkat kerugian tidak semakin lebih besar.(skd)