Kupang (antarasulteng.com) - Jauh sebelum Presiden Joko Widodo mengeluarkan
kebijakan untuk membakar kapal-kapal asing yang menangkap ikan secara
ilegal di wilayah perairan Indonesia, Australia lebih dulu menerapkan
hal serupa terhadap perahu-perahu milik nelayan tradisional Indonesia.
Ketika para nelayan mencari ikan di zona bebas perikanan di Laut
Timor, misalnya, perahu-perahu nelayan tradisonal Indonesia umumnya
digiring masuk ke wilayah perairan Australia.
"Saya sudah dua kali ditangkap oleh Australia saat kami tengah
mencari ikan di wilayah perairan Laut Timor, beberapa tahun lalu. Perahu
kami digiring masuk ke wilayah perairan Australia, sebagai dasar
tuduhan bahwa kami telah memasuki wilayah perairan Australia secara
ilegal, padahal posisi kami masih di wilayah perairan Indonesia
berdasarkan rekaman GPS," ungkap Abdul Wahab Sidin (47), salah seorang
nelayan asal Namosain Kupang.
Terkait dengan hasil rekaman GPS (sistem penentuan lokasi
berdasarkan sinyal satelit untuk menghasilkan informasi berupa titik
koordinat dan posisi dalam peta perairan), Australia selalu tidak pernah
menggubrisnya.
Ketika para awak nelayan dievakuasi ke kapal-kapal patroli
Australia, perahu-perahu itu akhirnya dimusnahkan dengan cara membakar
serta menembaknya sampai tenggelam ke dasar laut.
Mantan agen imigrasi Kedutaan Besar Australia yang juga pemerhati
masalah Laut Timor Ferdi Tanoni mencatat, dalam kurun waktu sembilan
tahun terakhir (2005-2014), sudah tercatat sekitar 2.500 perahu nelayan
tradisional Indonesia asal Nusa Tenggara Timur (NTT) dimusnahkan oleh
Australia tanpa ada dasar hukum yang jelas.
"Para nelayan kita diproses secara hukum oleh pengadilan Negeri
Kanguru, dan menjalani hukuman atas tuduhan mencuri ikan dan biota laut
lainnya di wilayah perairan Australia secara ilegal."
Tuduhan
otoritas pengamanan wilayah perairan Australia terhadap nelayan
Indonesia itu, tidak selamanya dikabulkan oleh pengadilan federal di
Darwin, Australia Utara, seperti dalam kasus yang dialami oleh salah
seorang nelayan asal Kupang pada Juni 2014.
Pengadilan federal menolak semua tuduhan yang disampaikan otoritas
pengamanan wilayah perairan Australia, karena unsur hukumnya tidak
terbukti.
Pengadilan kemudian memerintahkan Pemerintah Australia untuk
membayar ganti rugi kepada nelayan asal Kupang itu sebesar 60 ribu dolar
Australia atau sekitar Rp660 juta.
Tanoni yang juga penulis buku
"Skandal Laut Timor, Sebuah Barter Politik Ekonomi Canberra-Jakarta"
menilai Australia secara sepihak memproklamirkan zona perikanannya
hampir mendekati wilayah perairan di sekitar Pulau Rote, NTT yang
terletak di selatan Indonesia.
Australia menggunakan Perjanjian RI-Australia tahun 1997 tentang
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Batas-batas Dasar Laut Tertentu untuk
memberangus seluruh nelayan tradisonal Indonesia yang beraktivitas
mencari ikan dan biota laut lainnya di sekitar Pulau Pasir sejak lebih
dari 400 tahun lalu.
Padahal, perjanjian tersebut hingga saat ini belum diratifikasi oleh
kedua negara, bahkan tidak mungkin diratifikasi oleh kedua negara,
sebab telah terjadi sebuah perubahan geopolitik yang sangat signifikan
di kawasan Laut Timor dengan lahirnya sebuah negara baru berdaulat
bernama Timor Leste.
Atas dasar itu, ia berpendapat seluruh perjanjian antara
RI-Australia tentang ZEE dan Batas Landas Kontinen serta Batas-batas
Dasar Laut Tertentu yang dibuat sejak tahun 1973-1997 di Laut Timor dan
Laut Arafura tidak sesuai dengan kelaziman hukum internasional, maupun
berdasarkan fakta geologi maupun geomorfologi yang ada.
"Masalah ini harus menjadi perhatian Menteri Luar Negeri Retno
Marsudi, karena Australia menguasai hampir 85 persen wilayah Laut Timor
yang kaya raya akan sumber daya alam di antaranya minyak dan gas bumi
serta beraneka jenis ikan dan biota laut lainnya."
Tanoni mengingatkan Indonesia perlu segera mengagendakan sebuah
perundingan trilateral bersama Australia dan Timor Leste, guna
membatalkan seluruh perjanjian RI-Australia yang dibuat sejak tahun
1973-1997. (skd)
Berita Terkait
Tim SAR evakuasi lima penumpang perahu motor mati mesin di Banggai Laut
Selasa, 19 Maret 2024 20:39 Wib
Jasa perbaikan perahu nelayan di Palu
Senin, 18 Maret 2024 1:20 Wib
Tim SAR temukan dua korban kecelakaan speedboat di Musi Banyuasin
Senin, 5 Februari 2024 14:34 Wib
Tim SAR gabungan evakuasi korban banjir di Jakarta dengan perahu karet
Jumat, 5 Januari 2024 8:11 Wib
Pemkot Palu salurkan bantuan sebanyak 62 perahu kepada nelayan
Senin, 18 Desember 2023 20:19 Wib
Opening turnamen terbuka nasional Perahu Naga di Teluk Tomori
Senin, 16 Oktober 2023 17:00 Wib
Tim perahu naga putri berbenah demi menjadi yang terbaik di Asia
Sabtu, 7 Oktober 2023 9:30 Wib
Indonesia rebut medali emas perahu naga 1000m putra Asian Games
Jumat, 6 Oktober 2023 10:54 Wib