Jember (antarasulteng.com) - Tidak banyak bicara, pendiam, dan sederhana,
itulah yang disampaikan keluarga Badrodin Haiti tentang sosok Pelaksana
tugas (Plt) Kapolri yang kini ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo.
"Dari delapan bersaudara, hanya Din (panggilan keluarga untuk
Badrodin) yang jarang bicara," kata kakak kandung Badrodin, Luqman Haiti
di Kabupaten Jember, Jawa Timur.
Meski memiliki jabatan tinggi di institusi Polri, pria kelahiran
Desa Paleran, Kecamatan Umbulsari, Kabupaten Jember, pada 24 Juli 1958
tersebut tidak pernah menyombongkan jabatannya saat pulang ke kampung
halamannya itu.
"Kalau pulang ke rumah, ya tetap baik dengan keluarga dan tetangga
seperti dulu, sebelum dia memiliki jabatan tinggi di Polri, jadi tidak
ada yang berubah dari Din," tuturnya.
Badrodin merupakan anak keempat dari delapan bersaudara dari
pasangan KH. Ahmad Haiti dan Siti Aminah, yakni Siti, Luqman, Muhaimin,
Badrodin, Nahrowi, Jamrosi, Ida, dan Mudlika.
Dari delapan bersaudara itu, Badrodin, Jamrosi, dan Mudlika yang
tinggal di Jakarta, sedangkan Siti dan Muhaimin tinggal di Blitar, dan
saudara lainnya menetap di Jember.
Wakil Kepala Polri asal Jember itu dikenal keluarganya sebagai pria
yang bersahaja dan sangat pendiam, sehingga jarang bercerita tentang
masalah atau tugas yang diemban sebagai pejabat tinggi di institusi
Polri.
"Jika ada masalah, adik sangat jarang bercerita kepada keluarga
karena selama bisa melakukan hal itu sendiri, maka tidak akan meminta
bantuan pada siapa pun, termasuk keluarga," ucap pensiunan PNS itu.
Almarhumah Siti Aminah, ternyata tidak merestui anaknya masuk
pendidikan AKABRI untuk menjadi tentara atau polisi karena khawatir
Badrodin tidak ada yang merawat saat meninggal pada waktu bertugas.
"Awalnya ibu tidak setuju, sedangkan bapak merestui Din untuk
melanjutkan pendidikannya dan masuk AKABRI. Namun, lama-kelamaan ibu
akhirnya merestui Badrodin menjadi polisi," paparnya.
Sedangkan bapaknya Ahmad Haiti yang dikenal sebagai ulama di Desa
Paleran itu tetap mendorong anak keempat dari delapan bersaudara itu
melanjutkan pendidikannya di AKABRI, sehingga setelah lulus dari MTs
Baitul Arqom Balung dan SMA Muhammadiyah, Badrodin mendaftar AKABRI.
Sebelum berangkat mendaftar AKABRI, Luqman sempat membelikan sepatu
yang biasa dipakai oleh tentara dan polisi di Pasar Tanjung seharga
Rp1.500 pada masa itu.
Badrodin yang dikenal gemar memancing dan makan bakso itu menjadi
kebanggaan bagi keluarganya karena jabatan tinggi yang diraih di
institusi Polri diyakini keluarga berdasarkan prestasi dan karir, bukan
dengan sogokan sejumlah uang.
"Saya yakin adik saya tidak memiliki rekening gendut seperti yang
diberitakan sejumlah media karena Din orangnya sederhana, low profile, dan apa adanya," ucap petani sengon itu.
Menurut Luqman, jenderal bintang tiga itu sejak awal dikenal
sebagai pribadi yang tidak mudah tersinggung dan sangat cerdas selama
menempuh pendidikan.
"Kalau digojloki oleh teman-temannya, hanya mesam-mesem (tersenyum red) saja dan tidak pernah tersinggung oleh perkataan teman atau kerabat saat kumpul bersama," katanya.
Ia masih ingat saat Badrodin pulang ke rumah di Paleran Umbulsari
tidak mau dikawal anggotanya, meskipun saat itu menjadi Kapolda Sumatera
Utara.
"Ia terjebak macet di Kecamatan Leces, Kabupaten Probolinggo karena
tidak dikawal anggotanya. Namun ia justru turun dari mobil dan membantu
mengatur lalu lintas di jalan Leces itu, sehingga sampai di rumah dini
hari," kenangnya.
Badrodin pulang ke Desa Paleran saat pemakaman bapaknya pada 10
Maret 2014 dan saat itu sudah menjabat sebagai Wakapolri mendampingi
Jenderal Sutarman.
"Terakhir, Din pulang ke rumah saat pemakaman bapak dan setelah itu
belum ke Jember, namun keluarga bisa memaklumi tugasnya yang cukup
berat di Polri," katanya.
Pihak keluarga di Jember, lanjut dia, kaget dan senang saat
Presiden Jokowi menunjuk adiknya sebagai Pelaksana tugas Kapolri,
menggantikan Jenderal Sutarman.
"Kami melihat itu dari televisi dan tidak diberitahu secara
langsung oleh Badrodin. Bahkan beberapa tetangga sempat memberikan
ucapan selamat kepada kami di Desa Paleran karena mereka bangga warga
desa bisa menjadi orang nomor satu di Polri," ucap Ketua Pimpinan Cabang
Muhammadiyah di Paleran Umbulsari itu.
Ia menjelaskan, keluarga tidak menyangka adiknya akan menduduki
jabatan Plt Kapolri karena sebelumnya menjabat sebagai Wakapolri, namun
rasa bangga dan senang atas jabatan Badrodin diyakini karena
prestasinya.
"Kami sekeluarga berharap yang terbaik untuk Din, kalau Allah SWT
berkehendak menjadikan adik saya sebagai Kapolri atau tidak, ya memang
itu yang terbaik bagi adik saya karena jabatan hanyalah titipan semata.
Pihak keluarga tidak pernah berharap Din memiliki jabatan tinggi dan
kalau itu terjadi, maka sudah kehendak Allah SWT," terangnya.
Keponakan Komjen Badrodin, AKP Miftahul Huda mengatakan Plt Kapolri
itu lahir dari kalangan keluarga yang sangat sederhana dan memegang
teguh ajaran agama Islam karena kedua orang tuanya merupakan tokoh agama
di Desa Paleran.
"Saya selalu ingat, Komjen Badrodin memegang teguh prinsipnya yakni
sabar dan ikhlas dalam pekerjaan karena didikan bapak dan ibunya
sebagai guru ngaji di Paleran," tuturnya.
Di rumah sederhana dengan sebuah langgar (musala) dalam lingkup
keluarga yang agamis dan fanatik itu, mantan Kapolda Jatim tersebut
selalu menjadi inspirasi bagi keluarga, kerabat, dan tetangganya yang
sukses memiliki jabatan tinggi di tubuh Polri melalui sejumlah prestasi.
Selalu Berprestasi
Badrodin merupakan lulusan terbaik peraih Adhi Makayasa di AKABRI
jurusan Kepolisian tahun 1982, kemudian lulusan terbaik dengan
penghargaan "Adhi Wira" di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) tahun
1989, lulusan Sekolah Staf Pimpinan (Sespim) Polri Angkatan XXXIII
Tahun 1998, serta pria kelahiran Jember itu membuktikan prestasinya lagi
dengan mendapatkan penghargaan "Wibawa Seroja Nugraha" sebagai lulusan
terbaik di Lemhanas KRA 36 Tahun 2003.
Selanjutnya ia mengikuti kursus di luar negeri "The 3D
Internasional Police Cooperation on Criminal Investigation" di Jepang
tahun 2006 dan kursus ini bermanfaat menambah wawasan juga menambah
jaringan kerja sama kepolisian internasional.
Kecerdasan Plt Kapolri itu ditunjukkan sejak kecil selama menempuh
pendidikan di SDN Paleran 1, namun kelas 6 pindah sekolah di Blitar
karena ikut kakaknya, kemudian setelah lulus SD. Ia kembali ke Jember
dengan menempuh pendidikan MTs Baitul Arqom Kecamatan Balung,
dilanjutkan SMA Muhammadiyah Rambipuji dan pindah ke SMA Fakultas Ilmu
Pendidikan Universitas Jember.
"Badrodin selalu selalu berprestasi dengan nilai yang sangat
memuaskan sejak SD dan semua temannya mengakui kecerdasannya," kata
teman akrabnya semasa kecil, Poniran, yang juga tetangganya di Desa
Paleran.
Menurutnya, kedua orang tua Badrodin dalam memberikan asuhan dan
pendidikan kepada delapan anaknya menjadi tauladan bagi warga Desa
Paleran karena kedua orang tuanya juga merupakan tokoh agama yang
disegani di desa setempat.
"Pak Kiai Ahmad Haiti dan Bu Nyai selama hidupnya hanya mengurusi
orang ngaji, memberikan ceramah, dan mendidik anak dengan baik, sehingga
wajar semua anak-anaknya berprestasi," tuturnya.
Meski memiliki delapan anak, almarhumah Siti Aminah membesarkan
anak-anaknya seorang diri, tanpa bantuan pembantu dan memberikan
pendidikan agama yang terbaik bagi kedelapan putra-putrinya.
"Badrodin dan saya dulu juga ngaji ke Pak Kiai Ahmad Haiti dan
memang orangnya sangat sederhana dan pandai, sehingga sifat itu
diturunkan kepada anak-anaknya termasuk Badrodin yang kini menjabat
sebagai Plt Kapolri," ucap petani jeruk itu.
Warga Desa Paleran, lanjutnya, tidak terlalu kaget dengan jabatan
tinggi yang diraih oleh suami Tedjaningsih Haiti itu karena sejak kecil
memang sikap tegas dan jiwa kepemimpinan sudah terlihat.
"Kami juga ikut senang mendengar kabar Din menduduki jabatan Plt
Kapolri dan saat pulang ke rumah Paleran, ia juga selalu bersikap ramah
dan tidak mentang-mentang punya jabatan tinggi, namun memang orangnya
agak pendiam," papar bapak dua anak itu.
Beberapa tetangga, lanjut dia, memberikan ucapan selamat kepada
keluarga Luqman Haiti di Paleran yang merupakan kakak kandung Badrodin
Haiti atas jabatan baru adiknya sebagai Plt Kapolri.
Keluarga yang bersahaja dan hidup secara sederhana tetap
ditunjukkan oleh Badrodin dan ketujuh saudaranya, bahkan sejumlah
perwira polisi saat hadir pada pemakaman bapaknya pada Maret 2014,
seakan tidak percaya rumah sederhana dan bangunan tua itu rumah
Wakapolri.
"Awalnya saya tidak percaya kalau itu rumahnya Pak Komjen Badrodin
karena bangunannya sudah tua dan sangat sederhana sekali. Banyak polisi
yang kaget dan seakan tidak percaya karena rumahnya biasa seperti
penduduk desa setempat," kata salah seorang anggota Polres Jember yang
enggan disebut namanya.
Juru Damai Poso
Sebelum menjabat Wakapolri, Badrodin memulai karir di kepolisian
setelah menyelesaikan pendidikan di Akademi Kepolisian pada tahun 1982
dan meraih penghargaan Adi Makayasa.
Jabatan pertama yang diemban bapak dua anak itu adalah Danton
Sabhara Dit Samapta Polda Metro Jaya pada tahun 1982 dengan pangkat
inspektur dua (Ipda).
Setahun kemudian, ia ditugaskan menjadi Kasubro Ops Polres Metro
Depok Polda Metro Jaya dan pada tahun yang sama dimutasi menjadi
Kapolsek Pancoran Mas Polres Metro Depok Polda Metro Jaya.
Pada tahun 1984, Badrodin Haiti dilantik menjadi Inspektur Satu
(Iptu) dan pada tahun yang sama dipindahtugaskan menjadi Kabin Info PPKO
Polda Metro Jaya. Jabatan Iptu Badrodin Haiti ini bertahan selama tiga
tahun, sampai tahun 1987.
Tahun 1985, ia diangkat sebagai Kabag Min Polres Aileu Polwil Timor
Timur dan jabatan itu bertahan selama lima tahun dan pada tahun 1990 ia
kembali ke wilayah Polda Metro Jaya sebagai Kasat Serse Polres Metro
Bekasi.
Pada tahun 1993 kariernya kembali menanjak. Ia diangkat menjadi
Kapolsek Metro Sawah Besar Polres Jakarta Pusat dengan pangkat Komisaris
Polisi. Setelah itu, secara berturut-turut ia diangkat menjadi Kasat
Serse Polres Metro Jakarta Barat dan Wakapolres Metro Jakarta Timur.
Kemudian, selama tiga tahun berikutnya Badrodin ditarik ke Mabes
Polri dan diangkat sebagai perwira menengah dan kembali terjun ke
lapangan saat dimutasi sebagai Kapolres Probolinggo Polwil Malang Polda
Jatim pada 1999.
Jabatan sebagai perwira menengah itu ia jalani hingga lima tahun ke
depan. Ia baru diangkat menjadi jenderal bintang satu saat menjabat
sebagai Kapolda Banten pada 2004.
Jabatan Kapolda Banten itu hanya berjalan selama satu tahun,
sebelum akhirnya ia kembali dimutasi sebagai Seslem Lemdiklat Polri pada
2005.
Pada 2006, ia menggantikan posisi Oegroseno sebagai Kapolda
Sulawesi Tengah dengan memiliki tugas yang cukup berat di daerah konflik
yakni Kabupaten Poso.
Badrodin selalu melakukan blusukan di daerah konflik tersebut dan
memilih berkantor di Polres Poso daripada di balik meja kantornya di
Polda Sulawesi Tengah di Palu.
Keputusan untuk blusukan dan berkantor di Polres Poso dinilai
sejumlah pihak sebagai keputusan yang tepat untuk menuntaskan konflik
dan tindak kekerasan di Tanah Sintuvu Maroso.
Selama tiga tahun menjabat Kapolda Sulawesi Tengah (2006-2008),
Badrodin dengan semangat dan tekadnya untuk menciptakan perdamaian,
akhirnya situasi keamanan dan ketertiban di Kabupaten Poso yang dilanda
konflik dan tindak kekerasan berakhir sudah.
Keberhasilan Brigjen Polisi Badrodin Haiti menciptakan rasa damai
di Tanah Sintuvu Maroso Poso disebut dalam buku biografi pengalamannya
mengamankan Poso yang berjudul "Tangan Dingin Jenderal ,Poso Damai".
Rakyat di Kabupaten Poso yang tadinya pesimistis akan tugas Polri
dalam mengamankan konflik dan tindak kekerasan di Poso, berubah dengan
muncul rasa optimistis setelah melihat kenyataan atas kinerja Polri yang
dikomandoi oleh Brigjen Badrodin saat itu.
Rasa aman yang telah tercipta di Poso juga ditandai dengan
kunjungan Presiden SBY dan Ibu Ani Yudhoyono pada tanggal 29 April 2007
dalam kunjungan ke Palu Sulawesi Tengah selama dua hari.
Setelah sukses menciptakan rasa aman di Poso, Badrodin kemudian
ditarik ke Mabes Polri pada 2008 untuk menduduki jabatan sebagai
Direktur I Bareskrim Polri.
Namun, jabatan itu hanya didudukinya selama satu tahun, sebelum ia
diangkat menjadi Kapolda Sumatera Utara pada 2009 dengan pangkat baru
yakni Inspektur Jenderal (Irjen) Pol dan setahun kemudian ditarik lagi
ke Mabes Polri dengan jabatan Kepala Divisi Hukum Polri.
Pada saat itu, tahun 2010, nama Badrodin kembali mencuat saat isu
rekening gendung muncul ke publik dan Indonesia Corruption Watch (ICW)
memiliki catatan sebanyak 17 rekening yang diduga milik sejumlah
petinggi Polri, termasuk nama Badrodin.
Tahun 2011, putra pasangan KH Ahmad Haiti dan Siti Aminah itu
dimutasi menjadi Kapolda Jatim dan jabatan tersebut bertahan beberapa
bulan saja karena ia dimutasi menjadi staf ahli Kapolri.
Setahun kemudian, ia kembali dimutasi menjadi Asisten Operasi
Kapolri dan kemudian pada Juli 2013, Badrodin ditunjuk menjadi Kepala
Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) Mabes Polri untuk menggantikan
Komjen Pol Oegroseno yang menduduki jabatan Wakapolri.
Pada akhir Februari 2014, Jenderal Sutarman menunjuk Badrodin
sebagai Wakapolri menggantikan Komjen Oegroseno yang memasuki masa
pensiun.
Masyarakat berharap Presiden Jokowi menunjuk orang yang tepat untuk
menduduki jabatan Kapolri definitif karena kesalahan menempatkan orang
dapat memengaruhi citra dan kepercayaan masyarakat di tubuh Polri.
"Menurut saya rekam jejak Komjen Badrodin Haiti yang menjadi juru
damai di Kabupaten Poso bisa menjadi pertimbangan presiden untuk
menggantikan Budi Gunawan," kata pengamat politik Universtas Jember Joko
Susilo.(skd)
Berita Terkait
KBRI: WNI yang berada di Haiti dalam kondisi aman
Selasa, 5 Maret 2024 12:48 Wib
FIFA skors presiden federasi sepak bola Haiti
Selasa, 26 Mei 2020 6:12 Wib
Dirut RS Haiti diculik di tengah darurat wabah virus corona
Sabtu, 28 Maret 2020 11:47 Wib
Haiti kalahkan Kosta Rika 2-1 di Piala Emas
Selasa, 25 Juni 2019 15:09 Wib
Haiti panggil diplomat AS
Sabtu, 13 Januari 2018 14:41 Wib
Pasukan Indonesia bantu ungkap peredaran kokain di Haiti
Sabtu, 19 Agustus 2017 22:13 Wib
Badrodin Haiti jadi Komisaris Utama Grab
Senin, 30 Januari 2017 17:05 Wib
Badrodin Yakin Tito Diterima Semua Kalangan
Rabu, 15 Juni 2016 16:22 Wib