Palu, (antarasulteng.com) - Para petani kakao di Kabupaten Sigi enggan
menjual hasil panennya karena masih menunggu harga komoditas ini membaik
sebab saat ini harganya masih berfluktuasi.
"Harga kakao di pasaran naik turun," kata Yosi, seorang petani asal Desa Bobo, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Senin.
Ia mengatakan akibat harga tidak stabil, petani menimbun stok dan menunggu menjual saat harga naik.
Hal senada juga disampaikan Berti, seorang petani asal Desa Makuhi, Kecamatan Kulawi, Sigi.
Dia juga mengatakan masih menahan stok menunggu sampai harga komoditas ekspor tersebut stabil.
"Kalau menjual dalam kondisi harga tidak stabil, petani rugi," katanya.
Karena itu, banyak petani di desanya lebih memilih untuk menahan
stok dan baru akan menjual jika harga kakao di pasaran sudah normal.
Harga kakao sempat naik hingga mencapai Rp32 ribu per kg. Tetapi
beberapa waktu lalu turun menjadi Rp28 ribu per kg dan naik lagi menjadi
Rp29 ribu per kg.
Tetapi hari ini, kata Berti, harga kakao turun menjadi Rp28.500 per kg.
Naik turunnya harga kakao sangat bergantung pada perkembangan pasar internasional.
Hal ini berbeda dengan harga cengkih, biji kopi dan kopra. Tiga
komoditas perkebunan ini dipengaruhi harga pasar dalam negeri.
Harga cengkih tetap bertahan pada kisaran Rp145 ribu per kg, biji
kopi robusta Rp28 ribu per kg dan kopra Rp6.000 per kg. (skd)
Petani Enggan Jual Kakao
Kalau menjual dalam kondisi harga tidak stabil, petani rugi