Murad : Kesalahan Fatal MoU Tidak Ditindaklanjuti Tender

id murad, nasir

Murad : Kesalahan Fatal MoU Tidak Ditindaklanjuti Tender

Mantan Ketua DPRD Sulteng 2004-2009 Murad Nasir (adha nadjemuddin)

Kesalahan fatal MoU (nota kesepahaman Gubernur dan DPRD) tidak ditindaklanjuti dengan tender untuk bisa dibuatkan kontrak karena dasar kontrak itulah proyek bisa dibayarkan
Palu, (antarasulteng.com) - Tersangka proyek pembangunan kolam renang di Kota Palu Murad U Nasir mengatakan kesalahan yang dilakukan dalam proyek tersebut tidak ditindaklanjuti dengan tender proyek.

"Kesalahan fatal MoU (nota kesepahaman Gubernur dan DPRD) tidak ditindaklanjuti dengan tender untuk bisa dibuatkan kontrak karena dasar kontrak itulah proyek bisa dibayarkan," kata Murad dihubungi dari Palu, Senin.

Murad ditetapkan sebagai tersangka dalam proyek pembangunan kolam renang karena ketika dirinya menjadi ketua DPRD Provinsi Sulawesi Tengah 2004-2009, ikut menandatangani MoU pembangunan kolam renang.

"Pimpinan DPRD memberikan persetujuan kerja sama pemerintah daerah dengan perusahaan. Semua pimpinan ikut bertanda tangan karena ini berkaitan dengan keuangan daerah," katanya.

Murad mengatakan dalam MoU tersebut disebutkan proyek kolam renang dikerjakan tahun jamak selama empat tahun.

"Saya lupa berapa nilainya tetapi dibayarkan empat tahun karena sifatnya multiyears," katanya.

Terkait penetapan dirinya sebagai tersangka, politisi Partai Golkar itu mengatakan siap menghadapi proses hukum karena dirinya salah seorang yang ikut mendorong proses hukum kolam renang tersebut.

"Santai saja karena kita tidak pusing menghadapi itu. Harapan kita proses hukum berjalan," katanya.

Murad mengatakan dirinya tidak menyangka ikut ditetapkan sebagai tersangka bersama wakil ketua DPRD lainnya ketika proyek kolam renang tersebut diproses.

Dua mantan wakil ketua lainnya yang ikut menjadi tersangka adalah Safrun Abdullah (PDIP) dan Abdul Muis Tahir (PPP). Hanya saja keduanya telah meninggal dunia.

Sejak proyek tersebut dikerjakan, pemerintah telah mencairkan dana sebanyak Rp2,4 miliar pada 2005. Sementara Rp3,9 miliar pada 2006 tidak lagi dibayarkan karena Gubernur Aminuddin Ponulele ketika itu sudah digantikan oleh HB Paliudju.

Pemilik perusahaan Muhidin Said mengatakan hingga saat ini pemerintah daerah masih berutang Rp3,9 miliar dan tidak ada penyelesaian hingga kasus tersebut ditangani Kejati Sulawesi Tengah.

Muhidin mengatakan dirinya juga ditetapkan tersangka tidak pernah diperiksa atau dimintai keterangan. Padahal untuk kemajuan daerah, dirinya bisa saja mewakafkan kolam renang tersebut atau dikelola secara bersama antara perusahaan dengan pemerintah daerah.

Wakil Ketua Komisi V DPR RI itu mengatakan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) juga sudah melakukan evaluasi terhadap proyek tersebut dan terdapat beberapa solusi sebagai alternatif penyelesaian masalah.

Alternatif tersebut antara lain proyek bisa dilanjutkan dengan kerja sama kedua belah pihak antara pemerintah daerah dengan investor.

"Katakanlah perusahaan saya sebagai investor," kata Wakil Ketua Komisi V DPR RI itu.

Alternatif kedua, proyek bisa dilanjutkan dengan tender dan alternatif ketiga dengan jalan damai melalui pengadilan sehingga pengadilan yang akan memutuskan.

"Waktu itu saya katakan kita cari solusi untuk kepentingan daerah. Kalau pemerintah belum siap bayar, kan bisa kita lanjutkan dengan sistem seperti operasional jalan tol, antara investor dengan pemerintah," katanya. (skd)