"Jaringan Semut" Upaya Menyerap Beras Petani

id padi, gabah

"Jaringan Semut" Upaya Menyerap Beras Petani

Petani menjemur padi (antaranews)

Kehadiran pedagang dari luar sangat menguntungkan para petani
Palu,  (antarasulteng.com) - Sulawesi Tengah saat ini sedang memasuki panen raya untuk musim tanam pertama.

Panen raya di Sulteng mulai berlangsung akhir Maret dan diperkirakan baru akan berakhir pada medio Mei 2015.

Panen raya kali ini berbeda dengan sebelumnya karena harga beras di tingkat petani dan penggilingan padi di semua sentra produksi terbilang cukup menguntungkan petani.

Pada panen raya 2014, harga beras di tingkat petani tertinggi Rp7.000/kg. Sementara harga beras pembelian pedagang pengumpul langsung ke petani dan penggilingan padi sekarang ini mencapai Rp8.000/kg.

Berarti harga pembelian pemerintah (HPP) beras yang ditetapkan pemerintah pusat melalui Inpres Nomor 5 Tahun 2015 sebesar Rp7.300 belum menguntungkan petani karena harga dipatok pedagang masih jauh di atas HPP.

Petani di sejumlah daerah di Sulteng seperti Kabupaten Parigi Moutong, Tolitoli, Donggala, dan Banggai tidak sulit menjual beras, sebab banyak pedagang dari luar yang datang langsung membeli.

Made Sutarna (45), seorang petani di Desa Tindaki, Kecamatan Parigi Selatan, mengemukakan, setiap hari pedagang dari Manado dan Gorontalo mendatangi tempat penggilingan padi untuk membeli beras.

Sehari bisa sampai lima mobil parkir di penggilingan padi untuk membeli beras dan juga dedak (tepung gabah) yang di Sulteng disebut konga.

Mereka membeli beras petani bervariasi antara Rp8.000 sampai Rp8.200/kg.

Sementara untuk dedak, para pedagang dari kedua provinsi tetangga Sulteng itu berani membeli dengan harga Rp80.000/karung ukuran besar.

"Kehadiran pedagang dari luar sangat menguntungkan para petani," katanya.

Apalagi, Kabupaten Parigi Moutong merupakan lumbung beras sehingga banyak pedagang datang membeli beras di daerah itu.

Selain itu, daerah itu juga terletak pada jalur utama Trans Sulawesi sehingga transportasi lebih mudah.

Petani asal Bali yang sudah puluhan tahun tinggal di Desa Tindaki itu mengaku lebih memilih menjual beras kepada pedagang daripada Bulog.

Soalnya, harga pembelian pedagang jauh lebih tinggi dibandingkan Bulog yang membeli sesuai HPP yang ditetapkan pemerintah.

"Kalau harga beras di atas HPP, pasti petani menjualnya kepada Bulog," kata ayah empat anak itu.


Jaringan semut


Kepala Perum Bulog Sulteng Mar`uf mengakui pihaknya masih sulit menyerap hasil panen petani, meski saat ini sedang berlangsung panen raya di seluruh kabupaten dan kota di provinsi ini.

Selain karena banyak pedagang dari luar masuk ke Sulteng, harga beras pembelian pedagang jauh di atas HPP.

Misalkan HPP beras ditetapkan pemerintah Rp7.300/kg, pedagang pengumpul membeli berkisar Rp8.000/kg.

"Selisih harga cukup mencolok, sehingga sulit bagi Bulog untuk bisa maksimal menyerap hasil panen petani," katanya.

Bulog Sulteng pada musim panen (MP) 2015 menargetkan pembelian beras petani untuk memenuhi kebutuhan stok nasional di daerah itu sebanyak 36.000 ton, tetapi baru terealisasi sekitar 700 ton.

Guna menyerap beras produksi lokal, Bulog Sulteng menggunakan sistem jaringan semut dalam membeli beras petani.

Jaringan semut dimaksud adalah Bulog Sulteng membeli beras langsung ke penggilingan padi yang ada di setiap kabupaten dan kota.

"Di mana ada penggilingan padi, mau kecil atau besar, Bulog mendatanginya dan membeli beras petani," kata Mar`uf.

Bulog berharap dengan cara seperti itu, paling tidak realisasi pembelian bisa lebih banyak, ketimbang hanya menunggu mitra datang menjual stoknya ke gudang Bulog.

Meski hingga kini realisasi pembelian beras relatif kecil, namun Mar`uf optimistis bisa menyerap produksi lokal sesuai target yang ditetapkan.

"Kalaupun target tidak terpenuhi, Bulog Sulteng bisa mendatangkan beras dari luar," katanya.

Karena tugas utama Bulog adalah menjaga kestabilan harga beras di tingkat petani dan juga konsumen.

Jika harga beras di tingkat petani di atas HPP, berarti menguntungkan petani dan pendapatan semakin meningkat pula.

Tetapi jika harga beras anjlok, sudah menjadi tanggung jawab Bulog untuk membeli beras petani sesuai HPP.


Datangkan beras


Mar`uf juga mengatakan akibat pengadaan seret dan stok beras di gudang Bulog semakin menipis, maka langkah yang dilakukan dalam rangka mengamankan persediaan beras di daerah ini adalah dengan mendatangkan beras dari luar daerah.

Bulog Sulteng pada medio April 2015 mendapat pasokan beras dari dua daerah yaitu Jatim dan Sulsel.

Beberapa waktu lalu, beras sebanyak 2.000 ton berasal dari Sulsel tiba di Pelabuhan Dede Tolitoli.

Sementara 3.000 ton beras berasal dari Jatim sedang dalam perjalanan menuju Pantoloan Palu.

Beras sebanyak itu, kata Mar`uf, akan masuk ke gudang Bulog di Kelurahan Tondo untuk mengamankan stok beras yang diperuntukkan bagi kalangan rumah tangga sasaran (RTS) penerima raskin di Kota Palu, Sigi, dan Donggala.

Secara keseluruhan hingga kini Bulog Sulteng hanya memiliki stok beras di gudang sekitar 5.000 ton.

Setiap bulannya, Bulog harus menyalurkan beras kepada RTS tersebar di 13 kabupaten dan kota rata-rata 3.000 ton.

Dalam setahun, Bulog Sulteng membutuhkan stok beras sebanyak 36.000 ton.

Kebutuhan beras tersebut termasuk cadangan beras jika terjadi bencana alam dan juga mendukung kegiatan operasi pasar (OP) kalau terjadi gejolak harga di pasaran.

Bulog Sulteng berharap ke depan penyerapan beras produksi petani akan lebih besar. (skd)