Sepenggal Duka Di Teluk Tomini

id laut, pulau

Gorontalo (antarasulteng.com) - Sementara ratusan orang menyaksikan gempita pra-peluncuran Sail Tomini dan Festival Boalemo di Mal Gorontalo, seorang perempuan tertunduk lesu melihat sekelompok nelayan berlalu menggunakan kapal bermesin tempel.

"Mereka pasti akan mengebom ikan lagi di sekitar sini. Saya ingat kapal mereka, dari gerak-geriknya saja kita sebenarnya sudah bisa tahu apa tujuan mereka ke sini," ungkap Rika Katili (55), yang menduga kuat para nelayan itu akan mencari ikan di perairan sekitar Pulau Dudepo di Kabupaten Pohuwato.

Perairan di sekitar pulau tak berpenghuni yang pantainya berpasir putih itu menjadi sasaran utama nelayan pencari ikan, dari yang sekedar memancing sampai yang menggunakan pukat, kompresor, racun sianida hingga bom berbahan dasar pupuk.

Di Pulau Dudepo hanya ada satu bangunan permanen dengan panjang sekitar empat meter dan lebar lima meter yang seharusnya menjadi tempat pengawasan penangkapan ikan ilegal. Macam-macam coretan menghiasi bagian depan pos itu. Salah satunya berbunyi "kenapa harus kompresor yang dilarang?".

"Pos ini baru dibangun dan harusnya jadi tempat pengawasan illegal fishing di perairan Lemito. Tapi sekarang hanya dipakai untuk 'transaksi' aparat dan nelayan bila tertangkap. Makanya saya tidak heran lagi kalau tidak ada satu pun pengebom ikan yang dihukum," keluh Rika.

Sebagai Ketua Pos Masyarakat Pengawas (Posmakwas) Kecamatan Lemito, ia mengaku tak bisa berbuat banyak untuk menghentikan nelayan menangkap ikan menggunakan alat yang bisa merusak lingkungan, karena ia bisa terancam dilempari bom seperti ikan dan terumbu karang yang mulai rusak di perairan itu.

Kerusakan terumbu jelas terlihat di bibir pantai Pulau Dudepo, karang-karang mati berserakan di dasarnya.

Rika dan anggota Posmakwas lainnya sudah berulang kali melaporkan kasus pengeboman ikan yang merusak karang dan mengancam keseimbangan ekosistem kepada petugas dan dinas terkait.

"Hasilnya nihil. Saya sampai bersuara di sebuah forum, tolong berikan saya nomor telponnya Menteri Susi agar bisa melaporkan langsung kejadian ini," kenangnya.

Ia sedih melihat tanda-tanda kerusakan karang di perairan Lemito, yang merupakan bagian dari Teluk Tomini yang kaya biota laut.


Mulai rusak

Tomini adalah teluk dikenal sebagai Heart of Coral Triangle (jantung segitiga karang). Peneliti dan naturalis Inggris, Alfred Russel Wallace, menyebutnya sebagai pusat kekayaan biota laut di wilayah segitiga terumbu karang dunia.

Perwakilan Destructive Fishing Watch (DFW), Nilmawati, mengutip hasil survei tahun 2007 yang menyatakan bahwa 819 spesies ikan karang hidup di teluk itu.

Kekayaan tersebut, ia mengatakan, menjadikan Teluk Tomini sebagai salah satu tumpuan 142.066 warga Kabupaten Pohuwato dalam memenuhi kebutuhan pangan.

Namun hasil analisis data citra satelit menunjukkan penyusutan 134 hektare areal tutupan karang di Lemito dan sekitarnya sejak tahun 1990.

"Ini baru satu kecamatan, bagaimana dengan perairan wilayah lain. Mungkin tak banyak yang sadar bahwa terumbu karang itu hanya tumbuh satu sentimeter per tahun," kata Nilma.

Nilma mengatakan nelayan-nelayan pengguna alat tangkap yang merusak seperti bom bisa menghasilkan rata-rata 700 kilogram ikan sekali melaut sedang mereka yang menggunakan pukat dan kompresor rata-rata mendapat 200 kilogram ikan sekali melaut.

Sementara nelayan yang menggunakan alat tangkap ramah lingkungan seperti pancing dan panah hasilnya lebih sedikit lagi, hanya lima sampai tujuh persen dari hasil mereka menurut Nilma.

Banyak nelayan memilih menggunakan alat atau metode tangkap yang menghasilkan banyak tangkapan meski menyebabkan kerusakan terumbu karang yang justru sangat penting untuk kelestarian populasi ikan.


Penegakan Hukum

Di Pohuwato, sampai sekarang belum ada pengguna alat tangkap yang menyebabkan kerusakan terumbu karang yang menjalani proses hukum.

"Satuan kami masih baru, jadi jumlah kasusnya sementara masih nol. Mungkin di Polair Polda ada karena mereka juga turut beroperasi di perairan Pohuwato," kata Kepala Satuan Polair Kepolisian Resor Pohuwato, Iptu Danial Herman.

Namun, Herman menjelaskan, Satuan Polair sudah mengidentifikasi satu orang yang diduga melakukan aktivitas pengeboman ikan di perairan Lemito dan sekitarnya dalam beberapa tahun terakhir.

Kepala Bidang Pengawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Dinas Perikanan dan Kelautan Pohuwato, Alfred Anwar, mengakui penegakan hukum dalam kasus-kasus semacam itu masih lemah.

Operasi gabungan Dinas Perikanan dan Kelautan bersama Polair dan TNI Angkatan Laut di perairan Pohuwato pun selalu bocor.

"Setiap kami turun patroli, laut selalu sepi. Makanya untuk operasi selanjutnya, kami akan minta seluruh telepon genggam petugas disita beberapa jam sebelum turun," katanya.

DFW menyatakan masalah penangkapan ikan yang tidak sehat seharusnya menjadi fokus perhatian para penentu kebijakan dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya laut dan pesisir.

"Pendekatan pasar dapat menjadi salah satu pilihan dalam usaha penyelamatan terumbu karang di kawasan ini. Misalnya, masyarakat didorong untuk bisa membedakan ikan hasil bom atau bius dengan ikan hasil pancingan sehingga tidak membelinya," kata Nilma.

Komitmen dan ketegasan pemerintah, menurut dia, sangat penting dalam upaya menekan kegiatan penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan.(skd)