Untung Buntung Dana Aspirasi

id dana, aspirasi

Untung Buntung Dana Aspirasi

Ilustrasi (balagu.com)

...jika prinsip-prinsip pemanfaatan keuangan publik tidak dijadikan rujukan, maka salah kiranya jika dana aspirasi dibiarkan terlaksana
Gorontalo, (antarasulteng.com) - Kendati saat itu pemerintah telah memberikan sinyal menolak, anggota Komisi I DPR RI dapil Gorontalo Elnino Husein Mohi memilih untuk mengumumkan draf Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP) kepada publik.

Politisi Gerindra itu meminta kritik serta masukan dari publik terkait drat usulan yang akan diajukan kepada Presiden, dengan memanfaatkan media sosial.

Drat tersebut berisi 33 program yang dilengkapi dengan latar belakang usulan, lokasi program serta nama lembaga atau pihak penerima manfaat.

Usulan yang diajukan mantan anggota DPD RI tersebut di antaranya pengadaan kapal, ambulans bagi masyarakat di Ponelo Kepulauan, Kabupaten Gorontalo Utara serta Desa Torosiaje di Kabupaten Pohuwato.

Pengadaan kapal yang juga berfungsi sebagai puskesmas keliling itu masuk dalam UP2DP, karena masyarakat di pulau tersebut kesullitan mengakses fasilitas kesehatan di Rumah Sakit Umum Zainal Sidiki.

Elnino juga mengusulkan penyediaan lahan dan pembangunan gedung perpustakaan modern di Kota Gorontalo.

Ia menjelaskan dalam Peraturan DPR, usulan UP2DP itu harus memenuhi kriteria pembangunan atau pengadaan fisik, berupa sarana dan prasarana.

"Saya sebagai anggota DPR menambah kriteria sendiri yang berlaku hanya pada usulan UP2DP saya, yaitu program yang sering disuarakan dalam Musrenbang tapi tidak pernah terealisasi melalui APBN dan APBD minimal tiga tahun terakhir," jelasnya.

Menurutnya pelaksana program-program tersebut adalah instansi terkait.

Namun ketika presiden memilih untuk menolaknya, maka Elnino menilai presiden telah menjamin bahwa seluruh aspirasi rakyat akan terakomodir dalam APBN dan APBD melalui Musrenbang.

Draf usulan yang diajukannya tersebut, mendapatkan kritik dan masukan dari berbagai pihak yang beinteraksi di media sosial.

"Apa bedanya antara APBN atau APBD dengan dana aspirasi? Tidak ada. Saya agak yakin kalau tidak ada jaminan dana aspirasi atau program dapil bisa dinikmati oleh seluruh rakyat. Tetap akan ada yang akan gigit jari," kritik salah seorang aktivis, Rahman Dako.

Menurutnya di sinilah peran DPR menjembatani kebutuhan, bukan keinginan politikus konstituen dan di situlah peran politkus DPR memainkannya.

Sementara itu, pengamat ekonomi dari Universitas Negeri Gorontalo Amier Arham mengatakan dana aspirasi anggota DPR RI harus memiliki formula yang jelas dan bukan sekadar membagi rata kepada legilastor sebanyak Rp20 miliar per orang.

 Jika mencermati argumentasi yang disampaikan para pengusung dana, kata dia, selalu tidak seragam sehingga memberi kesan dana aspirasi secara konsepsional tidak matang.

"Bagi saya jika prinsip-prinsip pemanfaatan keuangan publik tidak dijadikan rujukan, maka salah kiranya jika dana aspirasi dibiarkan terlaksana," kata Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Negeri Gorontalo itu.

Menurutnya Undang-undang APBN Tahun 2015 mengamanatkan pembiayaan APBN harus dapat memberikan solusi untuk mengurangi disparitas.

"Sementara dana aspirasi justru makin menciptakan disparitas bukan hanya fiskal namun juga disparitas wilayah," imbuhnya.

Hitungan sederhana, lanjutnya, misalnya jika berpatokan pada jumlah anggota DPR maka daerah pemilihan Jawa akan paling diuntungkan dengan penjatahan dana tersebut karena memiliki anggota DPR yang lebih banyak dibandingkan Gorontalo, Papua Barat, Maluku Utara, Sulawesi Barat, hingga Bangka Belitung.

Amir memandang model penyamarataan dana aspirasi untuk daerah akan mencederai rasa keadilan.

Ia juga menilai kriteria penerima dana aspirasi perlu dibuat, misalnya dengan mempertimbangkan indeks kapasitas fiskal atau indeks kebutuhan daerah.

"Setiap daerah di Indonesia memiliki kapasitas fiskal yang berbeda dan nyaris seluruh daerah di luar Jawa terutama kawasan timur Indonesia kapasitas ekonomi dan fiskalnya rendah," katanya.

Ia menambahkan, dana aspirasi juga cukup membingungkan jika dilandaskan pada fungsi kedewanan yakni legislasi, kontrol dan penganggaran.

Sekalipun DPR memiliki fungsi anggaran, kata dia, tapi bukan ranahnya legislatif memiliki anggaran sendiri yang dimanfaatkan untuk kegiatan pembangunan proyek di daerah secara langsung.

 "Posisi mereka hanya sebatas menyetujui dan menolak anggaran. Dalam konteks ini nampak para pengusung dana aspirasi berusaha meyakinkan publik bahwa nantinya dana itu tidak dikelola anggota DPR," ujarnya.

Lagi pula, menurutnya tak ada jaminan anggota DPR untuk tidak melakukan intervensi dan terlibat dalam menentukan siapa yang akan mengerjakan proyek dari dana itu.

"Dugaan saya dana ini adalah bentuk kompensasi bagi legislator karena sebelumnya mereka memiliki keleluasaan dalam pembahasan anggaran hingga satuan tiga. Namun setelah kewenangan itu dipangkas oleh Mahkamah Konstitusi, hasrat yang terpendam kembali bergelora," ungkapnya.

Senada dengan hal itu seorang aktivis, Rio Ismail mengecam upaya untuk menggolkan dana aspirasi, apalagi pada saat kondisi ekonomi masyarakat di bulan Ramadhan ini nyaris terpuruk.

Menurutnya tidak hanya nilai rupiah yang melorot, tetapi juga pendapatan negara dari pajak maupun bukan pajak, bahkan investasi.

"Kenapa kalau sudah urusan anggota DPR memperkaya diri dengan uang rakyat tidak ada protes keras dari partai, politisi, elit dan organisasi Islam?" ujarnya. (skd)