Legislator 7duga Banjir Sigi Terkait Penebangan Liar

id dprd

Legislator 7duga Banjir Sigi Terkait Penebangan Liar

Logo DPRD (antaranews)

Indikasinya banyak batang kayu yang hanyut bersamaan dengan lumpur
Palu,  (antarasulteng.com) - Banjir besar dan longsor yang menewaskan seorang warga dan merendam sejumlah rumah di Kabupaten Sigi, diduga terkait dengan penebangan liar.

"Indikasinya banyak batang kayu yang hanyut bersamaan dengan lumpur," kata legislator DPRD Provinsi Sulawesi Tengah Matindas J Rumambi di Palu, Rabu petang, menanggapi bencana banjir di Desa Sintuwu, Kecamatan Palolo, Selasa sore.

Politisi PDI Perjuangan itu juga menduga ada hubungannya dengan aktivitas penambangan rakyat di sekitar kawasan itu.

"Kalau benar dugaan ini, sungguh sangat kita sayangkan. Kita semua kena dampaknya," katanya.

Dia mengatakan Komisi IV DPRD Sulawesi Tengah rencananya akan turun ke lokasi banjir untuk melihat kondisi di lapangan terkait sebab-sebab dugaan terjadinya banjir disertai lumpur dan kayu gelondongan tersebut.

Matindas mengatakan wilayah tersebut merupakan objek vital karena berada di dekat kawasan hutan lindung Taman Nasional Lore Lindu.

Kawasan tersebut merupakan paru-paru dunia dan sumber kehidupan masyarakat di Lembah Palu, Sigi dan Donggala.

"Kalau kawasan itu tidak dijaga, saya kuatir 25 tahun ke depan kita tidak punya sumber air lagi," katanya.

Sekretaris DPD PDI Perjuangan itu mengatakan pemerintah daerah berkewajiban melindungi kawasan tersebut sehingga perlu pengawasan dari aparat maupun masyarakat itu sendiri.

"Kita juga harus mendorong pengawasan partisipatif oleh masyarakat setempat supaya ini terjaga," katanya.

Banjir di Kabupaten Sigi tersebut menewaskan seorang warga bernama Dimas (11). Jasadnya korban ditemukan sekitar pukul 20.00 WITA, Selasa.

Korban tewas akibat banjir bandang dan longsor di Desa Sintuwu, Kecamatan Palolo tersebut telah diserahkan kepada pihak keluarganya untuk selanjutnya dikebumikan.

Selain menelan korban jiwa banjir juga dan tanah longsor juga menyebabkan sejumlah warga menderita kerugian berupa empat rumah rusak parah, dan satu unit rata dengan tanah.

Hingga kini nilai kerugian masih dihitung oleh pihak berwenang.