Objek Wisata Pantai Kaluku Donggala Semakin Berkibar

id Pantai Kelapa

Objek Wisata Pantai Kaluku Donggala Semakin Berkibar

Seorang pengunjung Pantai Kaluku sedang menikmati keindahan tempat wisata di Desa Limboro, Kabupaten Donggala, Sulteng, Sabtu (6/8). (adha nadjemuddin)

"Mohon maaf, bisa dibilang belum ada andil pemerintah membangun lokasi wisata ini. Ini karena partisipasi masyarakat di sini sehingga Pantai Kaluku ini dikenal luas," kata Erlan.
Palu (antarasulteng.com) - Objek wisata Pantai Kaluku di Desa Limboro, Kecamatan Banawa, Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah dalam beberapa bulan terakhir semakin berkibar karena mulai dipadati masyarakat untuk berwisata.

Objek wisata dengan pesona pantai pasirnya yang putih dan jejeran kelapa dalam itu, hingga Sabtu petang masih dipadati pengunjung.

Ratusan orang masih bertahan hingga jelang waktu magrib hanya untuk menyaksikan matahari tenggelam di atas permukaan Selat Makassar.

Meski matahari Sabtu petang itu terganggu dengan awan tebal, namun masih banyak yang bertahan bercengkrama bersama keluarga di bibir pantai dan di bawah pohon kelapa karena rasa penasaran ingin menyaksikan matahari tenggelam.

Anak-anak penduduk lokal sebagian masih menenggalamkan diri mereka di pinggir laut, sesekali dipukul ombak kecil, menjadi bagian pemandangan menarik yang tidak terpisahkan dari pesona pantai Kuluku itu.

"Pantai Kaluku ini sebetulnya sudah ada sejak awal tahun 1990-an. Ada bule Prancis mengkapling lahan di sini. Lalu membangun cotage, tetapi sangat privasi sekali," kata Ketua Kelompok Sadar Wisata, Erlan, di Pantai Kaluku, Sabtu.

Kehadiran bule itu awalnya belum memantik minat masyarakat untuk mengembangkan lokasi itu menjadi objek kunjungan seperti saat ini.

Minat masyarakat baru muncul dan langsung diaplikasikan pada awal 2015, setelah salah seorang kader Pemuda Sarjana Penggerak Pembangunan di Perdesaan (PSP3) Moh Syukur menggalang kekuatan bersama pemuda setempat membuka lokasi wisata itu.

"Awal membuka tempat ini perjuangannya berat. Sudah diajak masyarakat kerja bakti biasa hanya sedikit yang datang. Tapi kami tetap sabar dan terus bekerja sampai akhirnya bisa jadi seperti sekarang," kata Erlan.

PSP3 adalah program Kementerian Pemuda dan Olahraga dengan merekrut generasi muda di tempatkan di desa tertinggal. Salah satu tugas pokoknya adalah menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi membangun desa di bidang ekonomi dan sosial budaya.

Desa Limboro adalah salah satu desa penempatan PSP3 atas nama Syukri. Dialah salah satu berperan penting dalam membangunkan Pantai Kaluku menjadi objek wisata yang kini mulai dikenal luas.

Desa Limboro hanya ditempuh sekitar 10 menit dari Banawa, ibu kota Kabupaten Donggala. Tiba di Desa Limboro, sebelum lapangan sepak bola di desa itu, pengunjung akan melihat tanda bertulisakan "Pantai Kaluku".

Hanya sekitar lima kilometer dari jalan trans Sulawesi yang menghubungkan Sulawesi Tengah dengan Sulawesi Barat itu, pengunjung sudah bisa mengakses Pantai Kuluku.

Objek wisata itu dikelolah secara partisipatif oleh Kelompok Sadar Wisata di Desa Limboro. Dari tangan-tangan merekalah sehingga Pantai Kaluku, namanya meroket di jagad Donggala, Kota Palu dan Sigi.

Bahkan sebagian pengunjung berasal dari pulau Jawa dan provinsi terdekat lainnya.

Disebut Pantai Kaluku karena pantai ini dibalut dengan kelapa yang usianya relatif masih muda. Kaluku dalam bahasa Kaili artinya kelapa.

Pohon kelapa yang berjejer rapi, pantai dengan taburan pasir putih nan bersih, lekukan batu-batu karang yang cadas di sekitarnnya serta panorama matahari tenggelam, menjadi pemantik orang mengunjungi tempat ini.

"Mohon maaf, bisa dibilang belum ada andil pemerintah membangun lokasi wisata ini. Ini karena partisipasi masyarakat di sini sehingga Pantai Kaluku ini dikenal luas," kata Erlan.

Sebagai pelengkap pesona Pantai Kaluku, kelompok sadar wisata menjadikan sebagian lokasi menjadi lapangan volly pantai. Mereka juga menata ayunan di antara tiang-tiang kelapa dan pohon.

Sebagai pembeda, pengelola juga memasang beberapa tulisan dengan pesan-pesan moral di batang-batang kayu. Tidak sedikit pengunjung mengabadikan tulisan-tulisan itu dengan kamera telepon genggam mereka.***