Jakarta (antarasulteng.com) - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menegaskan bahwa Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah bukan untuk mewajibkan pungutan atau penarikan dana dari orang tua siswa.
"Permendikbud tentang Komite Sekolah dimaksudkan untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam memajukan pendidikan. Aturan ini dibuat untuk semakin memperjelas peran komite sekolah. Apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan, termasuk mengenai penggalangan dana pendidikan. Bukan untuk mewajibkan pungutan," kata Mendikbud Muhadjir di Komplek DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (19/1).
Sebelumnya, Staf Ahli Mendikbud Bidang Regulasi Chatarina M. Girsang seperti dikutip Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kemendikbud mengatakan bahwa Permendikbud Nomor 75 tahun 2016 menegaskan bahwa Komite Sekolah, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya.
"Komite sekolah hanya boleh melakukan penggalangan dana dari bantuan dan/atau sumbangan," ujar Staf Ahli Mendikbud Bidang Regulasi Chatarina M. Girsang
Sementara itu, Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 telah mengatur Pungutan dan Sumbangan Biaya Pendidikan pada jenjang Pendidikan Dasar. Disebutkan di dalamnya, bahwa pungutan dan/atau sumbangan dalam rangka memenuhi tanggung jawab peserta didik, orang tua/walinya, dan/atau masyarakat haruslah berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Terkait pungutan pendidikan berupa iuran sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) di satuan pendidikan menengah, Mendikbud menegaskan bahwa pungutan tersebut merupakan kewenangan daerah.
"Sejak dulu SMA dan SMK memang tidak gratis. Kalau ada sejumlah daerah yang tidak mewajibkan biaya pendidikan di pendidikan menengah itu bisa saja. Penetapan iuran SPP itu memang kewenangan provinsi atau daerah dan sekolah," ungkapnya.
Mendikbud menyampaikan bahwa penarikan iuran SPP pada Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) biasanya dimaksudkan untuk memajukan sekolah.
Biaya pendidikan pada SMA dan SMK di Indonesia memang tidak gratis, namun cukup banyak Pemerintah Kabupaten/Kota yang menerapkan kebijakan menggratiskan biaya pendidikan untuk peserta didik melalui subsidi dana Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDa) kepada SMA dan SMK di wilayahnya.
"BOS itu prinsipnya bantuan untuk sekolah agar dapat menyelenggarakan pelayanan minimal. Kalau sekolah ingin maju, tidak mungkin hanya mengandalkan dana BOS saja," ujar menteri.
Gotong royong
Sebelumnya Mendikbud juga menyebutkan bahwa revitalisasi peran dan fungsi Komite Sekolah dimaksudkan agar dapat menerapkan prinsip-prinsip gotong royong, demokratis, mandiri, profesional, dan akuntabel dalam penyelenggaraan pendidikan.
"Dengan Permendikbud tentang Komite Sekolah ini masyarakat dapat ikut serta bergotong royong memajukan pendidikan di sekolah secara demokratis dan akuntabel. Nantinya masyarakat dapat membedakan mana saja yang tergolong sumbangan dan bantuan melalui Komite Sekolah, pungutan pendidikan yang sah oleh sekolah dan pungutan liar oleh oknum," katanya.
Kepala Biro Hukum dan Organisasi (Biro Hukor) Dian Wahyuni meminta publik dapat membaca Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah secara utuh dan detil. Permendikbud tersebut dengan sangat jelas mencatat bahwa Komite Sekolah sama sekali tidak boleh melakukan pungutan, sebagaimana diatur dalam Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12.
"Komite Sekolah, baik perseorangan maupun kolektif dengan sangat tegas dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/walinya," ujar Dian Wahyuni.
Dalam pasal 10 ayat (1), dijelaskan bahwa Komite Sekolah dapat melakukan penggalangan dana dan sumber daya pendidikan lainnya untuk melaksanakan fungsinya dalam memberikan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan. Ditegaskan di ayat (2) bahwa hal tersebut berbentuk bantuan dan/atau sumbangan, bukan pungutan.